Sabtu, 09 Juni 2012

Pertarungan Haq dan Batil


Umat Islam kini laksana makanan yang dikerubuti dari berbagai arah. Sekadar contoh, Indonesia. Cengkeraman liberalisme makin telanjang. Setelah upaya liberalisasi energi (miyak dan listrik), kini upaya liberalisasi budaya terus membanjiri. Tahun lalu, Aminah Wadud datang ke Indonesia, diam-diam. Ia menggelar beberapa acara di Jakarta dan Yogyakarta. Promosi bahwa perempuan boleh menjadi imam shalat, talak bukan hanya di tangan laki-laki tapi juga perempuan, dan sebagainya terus dicekokkan.
Lady Gaga didatangkan. ‘Ratu Illuminatif’ yang kerap menampilkan simbol-simbol Yahudi itu akan mengadakan konser di Indonesia, awal Juni 2012. Hanya saja, katanya, dibatalkan karena banyak penolakan. Wajar apabila seorang tokoh menyampaikan kepada saya, “Konser Lady Gaga batal. Alhamdulillah, ia menjadi amal shalih bagi teman-teman yang tegar menolaknya.”
Saya sampaikan kepada beliau, “Negeri kita ini aneh. Di beberapa negara non-Muslim seperti Korea dan Cina, kehadiran Lady Gaga ditolak. Malaysia juga menolak. Eh, di Indonesia yang mayoritas Muslim malah diterima. Ada ormas yang membawa nama Islam lagi yang membelanya.”
Upaya menjajakan lesbianisme pun masuk ke Indonesia. Minggu kedua Mei, Irshad Manji datang ke Indonesia. Bukunya, Allah, Liberty and Love dibedah. Lagi-lagi, dengan alasan kebebasan berbicara, ada pihak yang sok demokratis justru membelanya. Padahal dia menjajakan paham lesbi dengan cara merusak Islam. Pengrusakan ini jelas terlihat dalam tajuk situs resminya, ‘For Muslim Reform and Moral Courage’. Pengrusakan Islam dengan memunculkan keberanian untuk merusak ajarannya. Beruntung, penolakan terjadi di berbagai tempat, termasuk Jakarta, Solo, dan Yogyakarta. Dalam satu kesempatan di depan forum tokoh saya katakan, “Slogan yang dia usung adalah ‘Faith without fear’, keimanan tanpa rasa takut. Tanpa rasa takut kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Padahal justru di antara ciri orang beriman adalah takut kepada Allah (khasyiya rabbahu). Ini upaya musuh Islam untuk menghancurkan Islam melalui pengrusakan Islam oleh orang yang secara fisik mengaku Muslim. Makanya, kita harus tegas menggunakan istilah al-Quran siapa yang mukmin, kafir, fasik dan zalim.”
Dalam berbagai diskusi dengan para tokoh dari ormas Islam selalu saja mencuat bagaimana agar berbagai persoalan seperti itu tuntas. Sekalipun berbagai pikiran muncul, ada satu kesepakatan pandangan, yaitu penuntasan semua persoalan tersebut memerlukan negara yang benar-benar membela Islam. Semakin banyak serangan dan upaya pengrusakan Islam oleh berbagai pihak, termasuk kaum liberal yang merupakan antek negara kafir penjajah, semakin cepat pula kesadaran para tokoh tentang pentingnya negara yang menerapkan syariah. Inilah yang biasa disebut orang dengan ‘blessing in disguise’. Namun, saya mengistilahkannya dengan ‘mereka membuat makar, Allah pun membuat makar, dan Allah adalah sebaik-baik Pembalas makar’.
Inilah yang menginspirasi Hizbut Tahrir Indonesia beberapa waktu lalu mengadakan workshop tokoh. Temanya sangat fokus: syariah dan khilafah, serta metode untuk meraihnya. Alhamdulillah, antusiasme tokoh cukup besar. Ada 22 orang tokoh hadir. Pandangan pun mengerucut pada kesimpulan pentingnya syariah dan Khilafah.
Zahir Khan dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) menyampaikan, “Sekarang, Islam berkembang terus di dunia, termasuk di AS dan Eropa. Paus bahkan mengakui Islam melampaui jumlah mereka. Semua ini karena Islam adalah wahyu. Semua ini karena syariah. Barat (Spanyol) beradab karena syariah Islam. Jadi, kalau ingin berperadaban maka terapkan syariah Islam.”
Secara praktis, hukum Islam adalah solusi. “Syariah Islam bukan sekadar wajib, melainkan satu-satunya yang baik. Kami, sebagai advokat paling tahu tentang realitas hukum saat ini. Persoalannya, kapan syariah tegak?” tegas Ahmad Michdan, pengacara senior dari Tim Pengacara Muslim (TPM). Untuk itu, beliau menyarankan agar di berbagai daerah, setiap ormas perlu ada ‘pelatihan’ advokat untuk mengawal bagaimana syariah Islam ditegakkan.
Pandangan menarik datang dari dosen Institut Ilmu Pemerintahan yang juga aktif di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Yosmardin. Pak Yos, panggilan akrab beliau, mengungkapkan bahwa syariah dan Khilafah merupakan satu-satunya cara dan obat untuk keluar dari persoalan kita. Realitas di lapangan menunjuk-kan, pemilihan dikuasai dengan uang. Hanya orang yang punya uang saja yang dapat berkuasa. Biaya yang dikeluarkan oleh negara pun besar, tetapi hasilnya adalah pemimpin yang tidak dapat menyelesaikan apa-apa. “Kita harus concern pada sistem syariah dan Khilafah,” tegasnya.
M. Sabili Raun dari al-Ittihadiyah berharap Indonesia memiliki modal sosial bagi tegaknya syariah dan Khilafah. Terkait masalah ini, Umar Husin dari al-Irsyad menyatakan bahwa umat Islam di Indonesia memiliki modal sosial yang cukup besar. Di antaranya adalah realitas bahwa non-Muslim bila melihat hukum syariah membawa maslahat, mereka mendukung, seperti bank syariah. Di Aceh non-Muslim mendukung Qonun NAD. Bahkan umat Islam di Indonesia merupakan satu kaitan dengan Melayu (Malaysia, Singapura, Pattani, dsb). “Hanya saja memang ada kendala sosio-psikologis. Belum tahu, sudah menolak. Kata khilafah belum familiar,” tambahnya. Ia pun segera menambahkan, “Kalau sudah saatnya, Khilafah niscaya akan tegak.”
Kesadaran dan keyakinan akan menyatunya umat Islam dalam Khilafah makin merata ke banyak kalangan. Joserizal Jurnalis, Ketua Presidium Mer-C, menegaskan, “Orang yang beriman mesti menerima Khilafah. Khilafah adalah naungan bagi penerapan syariah. Perbedaannya adalah penentuan timing saat melakukan take over, dan apa yang dilakukan sebelum tegaknya Khilafah.” Dalam upaya menuju ke arah sana, beliau menyarankan agar semua umat Islam mengkaji tentang konspirasi zionis. Zionis adalah peradaban yang tidak cocok hidup di muka bumi. Orang Islam harus head to head dengan zionis begitu juga dengan Katolik.
Memang, harus diakui, perlu ada upaya untuk menyatukan langkah menuju tegaknya syariah dan Khilafah. Benar apa yang dikatakan Ketua Umum Syarikat Islam, Djauhari Syamsuddin, “Masalahnya adalah masalah kesatuan. Umat Islam tidak punya kesamaan visi, misi dan format gerakan. Perlu pemimpin umat. Sekarang yang ada adalah pemimpin lembaga/organisasi. Kita perlu manajemen siyasi.”
Semua itu setidaknya memberikan gamba-ran: pertarungan antara haq dan batil terus berlangsung. Upaya untuk merusak Islam semakin kencang. Namun, upaya memperbaiki masyarakat melalui tegaknya syariah dan Khilafah juga semakin mendapat sambutan. Jadi? Berlomba-lombalah menjadi pembela Islam! []
 sumber:  http://hizbut-tahrir.or.id/2012/06/06/pertarungan-haq-dan-batil/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar