Sabtu, 09 Juni 2012

Demokrasi Tak Didesain untuk Perubahan

Ustadz Rokhmat S. Labib: Demokrasi Tak Didesain untuk Perubahan

Adanya perubahan situasi politik di Dunia Islam, khususnya di Timur Tengah akibat ‘revolusi’ beberapa waktu, setidaknya makin menambah optimisme bahwa kaum Muslim memang sudah sangat merindukan Islam yang kaffah. Tentu kondisi ini relevan dengan gagasan dan cita-cita untuk menegakkan kembali institusi Khilafah sebagai satu-satunya institusi yang dapat menerapkan syariah Islam secara kaffah itu.
Bagaimana sesungguhnya peluang tegaknya Khilafah dalam beberapa waktu ke depan? Bisakah Khilafah dan syariah tegak dengan memanfaatkan demokrasi? Jika tidak, bagaimana caranya? Apakah cara-cara yang ditempuh oleh Hizbut Tahrir selama ini dapat mewujudkan tegaknya kembali Khilafah dan syariah yang dicita-citakan? Itulah di antara beberapa pertanyaan yang dijawab secara lugas oleh Ustadz Rokhmat S. Labib, Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia dalam wawancara dengan Redaksi kali ini. Berikut petikannya.

Angin perubahan sedang berhembus di seluruh Dunia Islam. Hal penting yang diperdebatkan adalah jalan mewujudkan perubahan itu. Ada yang mengklaim bahwa hanya jalan demokrasi yang bisa mengantarkan perubahan secara damai. Tanggapan Ustadz?
Klaim tersebut salah besar. Demokrasi tidak didesain untuk menghasilkan perubahan. Kalaupun ada perubahan, itu hanya sebatas pergantian penguasa, sedangkan sistemnya tidak berubah. Lalu di mana letak perubahannya?
Dalam demokrasi perubahan terhadap undang-undang memang dimungkinkan. Namun, jangan salah sangka, perubahan undang-undang itu tidak akan menyentuh prinsip-prinsip dasar demokrasi, seperti kedaulatan rakyat dan freedom (kebebasan). Kalau prinsip dasar tersebut diubah, niscaya akan menghilangkan demokrasi.
Kemenangan FIS di Aljazair adalah salah satu contohnya. Ketika FIS memenangkan Pemilu, FIS justru dibubarkan. Tokoh-tokohnya dipenjara. Mengapa? Rezim militer Aljazair yang didukung Prancis dan Amerika beralasan: “Memelihara demokrasi, bukan berarti membunuh demokrasi.’’ Artinya, demokrasi memang memberikan kedaulatan kepada rakyat. Apa pun kehendak rakyat harus diikuti. Namun, jika kehendak itu dapat membunuh demokrasi, maka kehendak itu harus dilarang.
Itulah ironi demokrasi. Memberikan kedaulatan kepada rakyat, tetapi jika rakyat menghendaki kedaulatan rakyat diganti dengan kedaulatan syariah, demokrasi menolak. Dalam demokrasi rakyat diberi kebebasan, kecuali kebebasan untuk mencampakkan demokrasi. Inilah sebabnya mengapa di berbagai negara demokrasi, partai-partai kontestan Pemilu dipersyaratkan harus komit terhadap demokrasi dan tidak boleh mencita-citakan pendirian Daulah Khilafah.
Kalau dikatakan secara damai, juga tidak benar. Buktinya, Pemilu dan Pikada sekarang ini justru menjadi sumber terjadinya kekerasan, konflik dan kerusuhan.

Dengan proyek Khilafahnya, HT dituduh mempolitisasi agama, ujung-ujungnya untuk kepentingan elit HT. Komentar Ustadz?
Tuduhan itu jelas amat keji dan tidak berdasar! Sebab, istilah mempolitisasi agama itu menunjuk pada sebuah tindakan yang culas, yakni menggunakan dalil-dalil agama yang dipelintir sedemikian rupa dalam rangka memuluskan pelakunya untuk meraih kepentingan dan kekuasaan. Dengan kata lain, agama hanya dijadikan sebagai kedok, namun maksud sebenarnya adalah kepentingan. Kalau ini dituduhkan kepada HT, jelas tuduhan yang amat keji.
Berkenaan dengan Khilafah, HT hanya berjuang untuk memenuhi perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Perintah tersebut hukumnya fardhu. Dalilnya amat banyak. Dalâlah atau penunjukannya juga jelas. Para ulama mu’tabar pun sepakat tentang kewajiban mendirikan Khilafah.
Demikian pula tuduhan untuk kepentingan elit HT. Ini juga sangat tidak logis. Coba dinalar! Kalau hanya untuk mendapatkan kue kekuasaan, mengapa HT tidak merapat saja kepada para penguasa itu, sambil menjilat meminta bagian kekuasan, ikut Pemilu, atau menempuh cara-cara lain yang lebih pintas. Namun, semua itu tidak dilakukan HT.
Sebaliknya, HT justru menempuh jalan yang jauh lebih rumit, panjang dan berisiko. Musuh yang dihadapi juga tidak ringan, yakni negera-negara kafir penjajah beserta para penguasa antek. Karena merasa terancam, mereka melakukan berbagai cara untuk menghadang perjuangan HT. Akibatnya, tidak sedikit syabab HT yang ditangkap dan dipenjara, bahkan disiksa dan dibunuh. Namun, semua itu tidak membuat HT surut langkah atau berpaling dari perjuangannya.
Keteguhan sikap itu tentu tidak mungkin didasarkan tendensi materi atau kepentingan sesaat. Pasti ada motivasi lain yang jauh lebih besar dan abadi. Itulah Izzul Islam wal Muslimin, kemuliaan Islam dan kaum Muslim. Itulah pahala, surga dan ridha Allah SWT. Motivasi inilah yang selalu ditanamkan HT kepada kader-kadernya dan seluruh umat dalam pembinaannya.

Jadi untuk siapa sebenarnya perjuangan HT dengan proyek Khilafahnya itu?
Tentu untuk seluruh kaum Muslim. Sebagaimana saya sampaikan tadi, Khilafah adalah fardhu. Tepatnya fardhu kifayah. Itu artinya, selama Khilafah belum berhasil ditegakkan, seluruh kaum Muslim masih menanggung dosa. Kewajiban itu baru gugur setelah Khilafah berhasil ditegakkan. Dengan tegaknya Khilafah, seluruh kaum Muslim terbebas dari dosa tiadanya Khilafah.
Sejak awal HT menegaskan bahwa yang diperjuangkan adalah Khilafah Islamiyah; bukan khilafah hizbiyyah, madzhabiyyah, wathaniyyah, atau lainnya. Khilafah ini menjadi tempat bernaung seluruh kaum Muslim tanpa membedakan suku, bangsa, kelompok, partai, atau mazhab. Itulah Khilafah yang diperjuangkan HT. Ini ditulis dalam kitab-kitab HT dan disampaikan kepada kader-kadernya dan seluruh umat.
Selain itu, berdirinya Khilafah juga akan menghentikan berlakunya sistem Kapitalisme, mengakhiri penguasa antek dan mengenyahkan penjajahan dari negeri-negeri Muslim, yang semuanya merupakan sumber bencana dan penderitaan umat selama ini. Darah, kekayaan, kehormatan dan keyakinan seluruh kaum Muslim akan terpelihara dengan Khilafah. Maka dari itu, berdirinya Khilafah yang menegakkan syariah akan menjadi rahmat bagi seluruh kaum Muslim, bahkan seluruh alam.
Karena itu, seluruh umat Islam sepatutnya ikut terlibat dalam perjuangan ini. Kalau disebut proyek, Khilafah adalah proyek umat, dikerjakan oleh umat dan untuk umat.

Ada yang menganggap bahwa perjuangan menegakkan Khilafah itu utopis dan tidak realistis. Komentar Ustadz?
Memang, menegakkan Khilafah itu sulit, namun bukan berarti utopis dan tidak realistis. Anggapan tersebut tidak muncul kecuali dari orang yang akidahnya lemah. Sebab, dalam perspektif akidah, Allah SWT itu Mahakuasa atas segala sesuatu. Innal-Lâh ‘alâ kulli syay` qadîr. Jika menghendaki sesuatu, maka tinggal mengatakan: kun fayakûn, jadilah, maka terjadilah apa yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, jika Allah SWT menghendaki tegaknya Khilafah, juga pasti terjadi. Tidak ada yang bisa menolaknya.
Apalagi Khilafah adalah fardh[un] wa wa’d[un], kewajiban dan janji ALlah. Sebagai kewajiban, Khilafah tidak mungkin utopis atau mustahil. Sebab, Allah SWT menegaskan: Lâ yukalliful-Lâh nafs[an] illâ wus’ahâ. Dia tidak membebani suatu jiwa kecuali dalam batas kemampuannya. Itu artinya, ketika Allah SWT mewajibkan Khilafah kepada kaum Muslim, kewajiban itu pasti dalam batas kemampuan mereka untuk ditunaikan.
Sebagai wa’d[un], ini dinyatakan dalam beberapa dalil. Di antaranya adalah QS al-Nur [24] ayat 55; juga diberitakan Rasulullah saw. dalam banyak hadisnya. Janji itu akan ditepati karena Allah SWT tidak akan mengingkari janji-Nya. Berita itu juga akan terwujud karena disampaikan Rasulullah saw. Oleh karena itu, orang yang akidahnya benar tidak akan menganggap tegaknya Khilafah merupakan utopia.
Anggapan tidak realistik juga salah. Realitas menunjukkan bahwa Komunisme telah lama bangkrut. Kapitalisme juga sempoyongan. Makin banyak orang yang muak dan menggugat ideologi ini. Bahkan di negaranya sendiri, di Amerika dan negara-negara Eropa.
Demikian juga di negeri ini. Setelah Orde Lama gagal, Orde Baru lengser, kini Orde Reformasi yang sangat liberal keadaannya semakin terpuruk. Kalau ada yang meningkat, itulah korupsi, kemiskinan, jumlah utang dan keterjajahan.
Realitas itu meyakinkan kita bahwa Khilafah semakin dekat. Ketika umat sudah tidak lagi percaya dengan berbagai sistem buatan manusia, kepada siapa kepercayaan itu akan diberikan kalau tidak pada Islam. Jadi, syariah dan Khilafah hanya tinggal waktu.

Bagaimana langkah riil HT untuk menegakkan Khilafah?
Sejak awal HT telah menegaskan bahwa Islam adalah ideologinya. Sebagai implementasinya, semua pemikiran, pendapat dan hukum yang diadopsi HT bersumber dari Islam; termasuk langkah dan strategi perjuangan yang diambil. Oleh karena itu, manhaj dan tharîqah HT mengambil teladan dari sirah Nabi saw.; mulai dari tatsqîf (pembinaan), tafâ’ul ma’a al-ummah (berinteraksi dengan umat) dan istilâm al-hukm (penerimaan kekuasan) dari ahl al-nushrah. Inilah yang terus-menerus dilakukakan HT.
HT tanpa henti membina umat dengan tasqafah islamiyyah, baik dalam pembinaan umum maupun intensif. HT juga melakukan shirâ’ al-fikr, pertarungan pemikiran, dengan sasaran pemikiran dan ide-ide kufur yang menyesatkan dan melainkan umat dari Islam. Kifâh as-siyâsi, perjuangan politik, digencarkan. Lawan yang dihadapi adalah negara-negara kafir penjajah. Berbagai rencana jahat dan busuk mereka diungkap. Selain mereka adalah para penguasa antek penjajah di negeri-negeri Muslim. Kedok mereka yang sesungguhnya dibuka agar umat mengetahui siapa sesungguhnya mereka. Selain itu, kepada umat ditunjukkan dan dijelaskan bagaimana Islam menyelesaikan berbagai problem mereka. Demikian pula, jalan tanpa kekerasanlah yang ditempuh. Semuanya didasarkan pada nash-nash syariah.
Mengapa demikian? Agar apa yang kita kerjakan mendapatkan pahala dan ridha-Nya. Dengan itu, seandainya kita belum merasakan nikmatnya Khilafah pun tidak masalah.
Selain itu, kita juga meyakini berdirinya Khilafah adalah bagian dari pertolongan Allah SWT. Sekuat apa pun kita berjuang, jika tidak ada pertolongan Allah, Khilafah tidak akan tegak. Oleh karena itu, kita harus memenuhi syarat agar pertolongan diberikan. Apa itu? Menolong agama Allah. In tanshurul-Lâh yanshurkum. Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolong kalian (QS Muhammad ayat 7). Nah, di antara perbuatan menolong agama-Nya adalah menaati seluruh syariah-Nya, termasuk dalam metode perjuangan menegakkan Khilafah.

Sejauh ini apa saja capaian yang sudah terealisasi dalam perjuangan penegakan Khilafah?
Alhamdulillah, ide syariah dan Khilafah makin meningkat. Sambutan umat terhadap undang-undangan yang kita adakan juga makin besar. Sebarannya meluas, mulai dari Aceh hingga Papua. Dari kota-kota besar hingga pelosok desa. Demikian pula segmentasinya. Jika sebelumnya didominasi oleh pemuda dan mahasiswa, sekarang hampir menyentuh semua kalangan; mulai dari ibu rumah tangga, buruh, intelektual, pengusaha, hingga para ulama. Khusus ulama, tidak sedikit di antara mereka yang meminta kita agar mengadakan kegiatan di pesantren mereka dan membina santri-santri mereka.
Pada awal tahun ini, baru saja kita mengadakan MEF, Muslim Enterpreneur Forum. Acara tersebut dihadiri sekitar 1.300 pengusaha. Semuanya membayar. Barangkali ini forum pertama pengusaha bertemu tidak membicarakan bisnis, namun syariah dan Khilafah.
Ketika Pemerintah berencana menaikkan harga BBM, kita juga berhasil menghimpun para ulama dalam MBI, Majlis al-Buhuts al-Islâmi di Jakarta yang dihadiri 1.300 ulama, di Bandung 1.000 ulama, di Surabaya 1.800 ulama. Inysa Allah pada bulan Rajab tahun ini kita menggelar Konferensi Tokoh Umat di 14 kota.
Demikian juga media massa milik HT, seperti Buletin Al-Islam, Jurnal al-Waie, Tabloid Media Umat dan website HT terus berkembang. Pembacanya semakin luas. Itu sebagian potret dukungan umat terhadap kita.

Ada anggapan, HT itu ekslusif karena ingin ada kelompok kuat yang memimpin dan mengarahkan perubahan dan itu adalah HT. Bagaimana tanggapan Ustadz?
Perubahan, apalagi ke arah Islam, harus dikawal sehingga perubahan itu dipastikan menuju ke arah Islam. Apabila tidak dikawal, maka perubahan akan mudah dibajak, dikanalisasi atau dialihkan oleh negara-negara kafir penjajah yang tidak menginginkan Islam dan Khilafah. Inilah yang mereka lakukan selama ini di negeri ini dan negeri Muslim lainnya. Dengan begitu, perubahan yang terjadi tidak terbelokkan dari Islam.
Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa perubahan yang terjadi benar-benar menuju pada Islam, maka diperlukan adanya kelompok yang kuat dan memiliki konsep yang jelas, rinci dan detail tentang Islam; juga memiliki metode yang benar sehingga bisa mengantarkan pada tujuan. Kelompok inilah yang harus memimpin umat dalam perubahan.
Alhmdulillah, semua konsep yang diperlukan untuk perubahan itu sudah disiapkan HT. HT tidak hanya menjelaskan tentang Khilafah secara global, namun berikut rinciannya; mulai dari sistem pemerintahan, ekonomi, pergaulan, pendidikan, sanksi pidana, bahkan konstitusinya; juga berikut metode yang ditempuh. Insya Allah, dengan begitu, umat tidak akan salah langkah dalam perubahan. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb. []

sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2012/06/06/ustadz-rokhmat-s-labib-demokrasi-tak-didesain-untuk-perubahan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar